Minggu, 27 September 2015

Empat Prinsip Hidup






Dalam kehidupan ini, ada banyak sekali prinsip-prinsip hidup yang harus kita jalani dan kita pegang teguh. Belajar dari kehidupan Nabi Ibrahim AS dan keluarganya, pada kesempatan ini paling tidak, ada empat prinsip hidup yang harus kita wujudkan dalam kehidupan kita, baik secara pribadi, keluarga maupun masyarakat dan bangsa.
Pertama, berdoa. Salah satu yang amat penting untuk kita lakukan dalam hidup ini adalah berdoa kepada Allah SWT. Doa bukan hanya menunjukkan kita merendahkan diri kepada Allah, tapi memang kita merasa betul-betul memerlukan bantuan dan pertolongan-Nya, karena Allah adalah segala-galanya, sedangkan kita amat memerlukan dan tergantung kepada-Nya. Di antara doa Nabi Ibrahim AS adalah agar negeri yang ditempati diri dan keluarganya dalam keadaan aman .
Doa yang amat penting dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim adalah agar diri dan keturunannya terhindar dari kemusyrikan, yakni menuhankan dan mengagungkan selain Allah SWT. Menurut Sayyid Quthb dalam tafsirnya: “Doa ini menampakkan adanya kenikmatan lain dari nikmat-nikmat Allah. Yakni nikmat dikeluarkannya hati dari berbagai kegelapan dan kejahiliyahan syirik kepada cahaya beriman, bertauhid kepada Allah SWT.” Karena itu, iman atau tauhid merupakan nikmat terbesar yang Allah SWT berikan kepada kita semua sehingga iman merupakan sesuatu yang amat prinsip dalam Islam, dengan iman yang kokoh kita memiliki kemerdekaan jiwa dalam arti tidak terbelenggu oleh apapun dan siapapun juga kecuali kepada Allah SWT.
Iman juga membuat kita memiliki kekuatan jiwa sehingga ketiga hidup senang kita tidak lupa diri dan ketika susah kita tidak putus asa, sesulit apapun keadaannya. Dan dengan iman membuat kita memiliki ketenangan jiwa karena kita yakin bahwa pasti ada jalan keluar dari problematika hidup.

Prinsip hidup Kedua adalah memiliki semangat berusaha sehingga mau berusaha semaksimal mungkin. Hal ini karena sesulit apapun keadaan, peluang mendapatkan sesuatu tetap terbuka lebar. Siti Hajar telah membuktikan kepada kita betapa ia berusaha mencari rizki meski berada di daerah yang saat itu belum ada kehidupan, inilah yang dalam ibadah haji dan umrah dilambangkan dengan sai yang artinya usaha. Karena itu, ketika kita sudah berdoa, jangan sampai kita mengkhianati doa kita sendiri. Berdoa minta ilmu tapi tidak mau belajar, berdoa minta anak shalih tapi tidak mencontohkan keshalihan dan tidak mendidik mereka, berdoa minta sehat tapi mengonsumsi sesuatu yang mendatangkan penyakit, berdoa minta rizki tapi tidak mau berusaha meraih yang halal, begitulah seterusnya. Ini yang kita maksud dengan mengkhianati doa sendiri.
Kadang ada orang salah paham, dia tidak mau berusaha karena katanya “rizki kan di tangan Tuhan.” Kalimat itu tidak salah, yang banyak orang salah adalah memahaminya; seolah-olah rizki itu akan kita dapat secara otomatis, mereka berkata: “sekalipun usaha, kalau bukan rizki kita tetap saja tidak dapat.” Padahal Allah SWT memang sudah menyediakan rizki buat kita, bahkan tidak ada makhluk di muka bumi ini, kecuali sudah ada rizkinya. Karena sudah ada dan disediakan, maka kita tinggal mengambilnya, bukan berpangku tangan. Kambing itu bisa menjadi rizki kita, tapi kitapun harus berusaha dengan menyembelihnya secara benar, membersihkannya, memasaknya untuk selanjutnya memakannya, baru jadi rizki kita. Apa yang sudah di depan mata, kita masih harus berusaha agar menjadi rizki kita, apalagi rizki yang Allah sediakan di laut, di gunung hingga di pulau lain dan di belahan bumi yang lain.
Siti Hajar telah mencontohkan kepada kita bahwa meskipun ia berbaik sangka kepada Allah SWT Yang Maha Pemberi Rizki, tapi ia tetap berusaha untuk mencari rizki,  namun ketika mencari rizki, perhatian dan tanggung jawab utama kepada pendidikan anak tetap dilaksanakan hingga Ismail menjadi anak yang shalih dan selalu menunjukkan ketaatan yang luar biasa kepada Allah SWT dan orang tuanya. Bangunan berupa pilar setengah lingkaran di dekat Ka’bah merupakan monumen bersejarah yang disebut dengan hijr Ismail (pangkuan Ismail), di situlah dulu Ismail diasuh oleh ibunya.
Prinsip hidup Ketiga yang harus kita wujudkan sebagaimana telah dimiliki oleh Nabi Ibrahim AS dan keluarganya adalah memiliki hati yang bersih dan tajam. Seperti halnya badan dan benda-benda, hati bisa mengalami kekotoran, namun kotornya hati bukanlah dengan debu, hati menjadi kotor bila padanya ada sifat-sifat yang menunjukkan kesukaannya kepada hal-hal yang bernilai dosa, padahal dosa seharusnya dibenci. Oleh karena itu, bila dosa kita sukai apalagi sampai kita lakukan, maka jalan terbaik adalah bertaubat sehingga ia menjadi bersih kembali.

Setelah hati bersih, maka hatipun menjadi tajam sehingga orang yang hatinya tajam amat mudah membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang diperintah dan mana yang dilarang. Karena itu, Nabi Ibrahim AS dan anaknya Nabi Ismail cepat paham dan nyambung terhadap perintah Allah SWT untuk menyembelih Ismail meskipun hanya dengan isyarat mimpi. Dalam kehidupan sekarang, banyak orang yang hatinya tumpul karena sudah berkarat dengan dosa, sehingga jangankan bahasa isyarat, bahasa yang terang, jelas dan tegas saja bahwa hal itu diperintah atau dilarang tetap saja tidak paham atau tidak mau dipahami.
Keempat yang merupakan prinsip hidup yang kita ambil dari Nabi Ibrahim AS dan keluarganya adalah Tidak Menyombongkan diri atas kebaikan yang dilakukannya. Dalam kehidupan manusia, banyak orang baik merasa paling baik, bahkan merasa sebagai satu-satunya orang atau kelompok yang baik. Begitu pula ada orang yang berusaha menjadi orang yang benar tapi merasa sebagai orang yang paling benar atau satu-satunya yang benar. Ini merupakan kesombongan atas kebaikan dan kebenaran yang dipegangnya. Sikap seperti ini merupakan sesuatu yang tidak baik sekaligus menunjukkan bahwa dia orang yang tidak memahami sejarah.


Apa yang dikemukakan Nabi Ismail AS menunjukkan ia seorang remaja dengan kepribadian yang matang. Ia langsung menangkap perintah Allah SWT dari cerita mimpi ayahnya, bahkan ia siap melaksanakannya dengan segala konsekuensinya. Yang amat mengagumkan adalah ia mengatakan insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. Itu artinya ia memang siap menunjukkan kesabaran, tapi ia tidak mengklaim sebagai anak yang paling sabar apalagi mengklaim sebagai satu-satunya orang yang sabar, karena ia tahu bahwa dahulu banyak orang yang sabar, bahkan mereka jauh lebih sabar dari dirinya. Ini berarti, Ismail bukan hanya punya pemahaman sejarah bahwa dulu banyak orang yang sabar, tapi juga begitu tawadhu atau rendah hati dengan mengatakan termasuk orang yang sabar.
Karena itu, ibadah haji yang sedang dilaksanakan oleh kaum muslimin dari seluruh dunia mengisyaratkan bahwa kita tidak pantas berlaku sombong, termasuk sombong atas kebaikan yang kita lakukan, ini diisyaratkan dengan pakaian ihram yang dikenakan, kain yang sama ketika dikenakan saat membungkus tubuh kita menjelang dikuburkan.




Sumber:

Hari/Tanggal               : Jum’at/ 18 September 2015
Nama Masjid              : Miftahul Huda
Alamat Masjid            : Jalan Dewi Sri Dusun1 desa Untoro Lampung Tengah
Nama Khotib              : Bapak Subandi

Istiqomah Dalam Kehidupan





Setiap muslim yang telah berikrar bahwa Allah Rabbnya, Islam agamanya dan Muhammad rasulnya, ia harus senantiasa memahami arti ikrar ini dan mampu merealisasikan nilai-nilainya dalam realitas kehidupannya. Setiap dimensi kehidupannya harus terwarnai dengan nilai-nilai tersebut baik dalam kondisi aman maupun terancam. Namun dalam realitas kehidupan dan fenomena ummat, kita menyadari bahwa tidak setiap orang yang memiliki pemahaman yang baik tentang Islam mampu meimplementasikan dalam seluruh kisi-kisi kehidupannya. Dan orang yang mamupu mengimplementasikannya belum tentu bisa bertahan sesuai yang diharapkan Islam, yaitu komitment dan istiqamah dalam memegang ajarannya dalam sepanjang perjalanan hidupnya.

Istiqomah adalah anonim dari thughyan (penyimpangan atau melampaui batas). Ia bisa berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata istiqomah dari kata “qaama” yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqamah berarti tegak lurus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqamah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen. Secara terminology, istiqomah bisa diartikan dengan beberpa pengertian berikut ini:
Abu Bakar Shiddiq ra ketika ditanya tentang istiqamah ia menjawab; bahwa istiqamah adalah kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapapun)
– Umar bin Khattab r.a. berkata: “Istiqamah adalah komitment terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu sebagaimana tipu musang”
– Utsman bin Affan ra berkata: “Istiqamah adalah mengikhlaskan amal kepada Allah swt”
– Ali bin Abu Thalib ra berkata: “Istiqamah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban”
Hasan Bashri berkata: “Istiqamah adalah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksitan”
Mujahid berkata: “Istiqamah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah swt”
Ibnu Taimiah berkata: “Mereka beristiqamah dalam mencintai dan beribadah kepaada-Nya tanpa menengok kiri kanan”

Jadi muslim yang beristiqomah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan aqidahnya dalam situasi dan kondisi apapun, baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lainnya. Ia bak batu karang yang tegar mengahadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo atau mengalami futur dan degredasi dalam perjalanan hidupnya. Ia senantiasa sabar dalam memegang teguh tali keimanan. Dari hari ke hari semakin mempesona dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan Islam. Ia senantiasa menebar pesona Islam baik dalam ruang kepribadiannya, kehidupan keluarga, kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Itulah cahaya yang selalu menjadi pelita kehidupan. Itulah manusia muslim yang sesungguhnya, selalu istiqomah dalam sepanjang jalan kehidupan.



5 Tips Istiqomah
Kesucian dan ketakwaan yang ada dalam jiwa harus senantiasa dipertahankan oleh setiap muslim. Hal ini disebabkan kesucian dan ketakwaan ini bisa mengalami pelarutan, atau bahkan hilang sama sekali. Namun, ada beberapa tips yang membuat seorang muslim bisa mempertahankan nilai ketakwaan dalam jiwanya, bahkan mampu meningkatkan kualitasnya. Tips tersebut adalah sebagai berikut;
Pertama, Muraqabah
Muraqabah adalah perasaan seorang hamba akan kontrol ilahi dan kedekatan dirinya kepada Allah. Hal ini diimplementasikan dengan mentaati seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya, serta memiliki rasa malu dan takut, apabila menjalankan hidup tidak sesuai dengan syariat-Nya.
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hadid: 4)
Rasulullah saw. bersabda-ketika ditanya tentang ihsan, “Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan apabila kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihat kamu.” (H.R. Bukhari)
Kedua, Mu’ahadah
Mu’ahadah yang dimaksud di sini adalah iltizamnya seorang atas nilai-nilai kebenaran Islam. Hal ini dilakukan kerena ia telah berafiliasi dengannya dan berikrar di hadapan Allah SWT.
Ada banyak ayat yang berkaitan dengan masalah ini, di antaranya adalah sebagai berikut.
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (An-Nahl: 91)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Al-Anfal: 27)
Ketiga, Muhasabah
Muhasabah adalah usaha seorang hamba untuk melakukan perhitungan dan evaluasi atas perbuatannya, baik sebelum maupun sesudah melakukannya. Allah berfirman;
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)
“Orang yang cerdas (kuat) adalah orang yang menghisab dirinya dan beramal untuk hari kematiannya. Adapun orang yang lemah adalah orang yang mengekor pada hawa nafsu dan berangan-angan pada Allah.” (H.R. Ahmad)
Umar bin Khattab ra berkata, “Hisablah dirimu sebelum dihisab, dan timbanglah amalmu sebelum ditimbang ….”
Keempat, Mu’aqabah
Mu’aqabah adalah pemberian sanksi oleh seseorang muslim terhadap dirinya sendiri atas keteledoran yang dilakukannya.
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Al-Baqarah: 179)
Generasi salaf yang soleh telah memberikan teladan yang baik kepada kita dalam masalah ketakwaan, muhasabah, mu’aqabah terhadap diri sendiri jika bersalah, serta contoh dalam bertekad untuk lebih taat jika mendapatkan dirinya lalai atas kewajiban. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa contoh di bawah ini.
1. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Umar bin Khaththab ra pergi ke kebunnya. Ketika ia pulang, maka didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan Shalat Ashar. Maka beliau berkata, “Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah shalat Ashar! Kini, aku menjadikan kebunku sedekah untuk orang-orang miskin.”
2. Ketika Abu Thalhah sedang shalat, di depannya lewat seekor burung, lalu beliau pun melihatnya dan lalai dari shalatnya sehingga lupa sudah berapa rakaat beliau shalat. Karena kejadian tersebut, beliau mensedekahkan kebunnya untuk kepentingan orang-orang miskin, sebagai sanksi atas kelalaian dan ketidak khusyuannya.
Kelima Mujahadah (Optimalisasi)
Mujahadah adalah optimalisasi dalam beribadah dan mengimplementasikan seluruh nilai-nilai Islam dalam kehidupan.
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya…” (Al-Hajj: 77-78)
“Rasulullah saw. melaksanakan shalat malam hingga kedua tumitnya bengkak. Aisyah ra. pun bertanya, ‘Mengapa engkau lakukan hal itu, padahal Allah telah menghapuskan segala dosamu?’ Maka, Rasulullah saw. menjawab, ‘Bukankah sudah sepantasnya aku menjadi seorang hamba yang bersyukur.'” (H.R. Bukhari-Muslim)




Sumber:

Hari/Tanggal               : Jum’at/ 25 September 2015
Nama Masjid               : Miftahul Huda
Alamat Masjid             : Jalan Dewi Sri Dusun1 desa Untoro Lampung Tengah
Nama Khotib               : Bapak Mu’tamar

Mengapa Kita Harus Bertakwa






Risalah pokok para nabi adalah bertakwa kepada Allah. Tanpa takwa, hidup manusia tidak ada artinya. Apapun harta yang ia punya, apapum kedudukan yang ia capai, semua itu hanyalah main-main ketika tidak dibarengi dengan ketakwaan kepada Allah. Karenanya Allah swt. dalam Al Qur’an selalu mengajak kepada takwa. Dalam surah Ali Imran 102, Allah swt berfirman:
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”

Bila semua Al Qur’an diringkas, intinya adalah takwa. Maka setiap cerita tentang hari kiamat dalam Al Qur’an adalah untuk meningkatkan ketakwaan. Supaya manusia tahu bahwa dunia bukan tujuan. Melainkan tempat berbekal amal saleh menuju alam akhirat. Setiap cerita tentang para nabi, juga tujuannya takwa. Supaya manusia belajar bahwa kalau ingin menjadi manusia muttaqiin tidak ada lain kecuali ikut jejak para nabi. Perhatikan Nabi Nuh mengajak kaumnya: Nuh berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertaqwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku, niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui”.

Jadi bertakwa kepada Allah adalah merupakan pesan dakwah yang harus senantiasa diulang-ulang di atas mimbar. Rasulullah saw. selalu memulai pesan-pesannya dengan takwa. Imam Abu Daud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan sebuah hadits, di dalamnya diceritakan bahwa Rasulullah saw. memberikan nasihat dengan wajah yang sangat serius. Para sahabat mengira bahwa itu adalah nasihat terakhir. Banyak para sahabat yang menangis. Isi nasihatnya ternyata hanya mengajak kepada takwa: ushikum bitaqwallahi bissam’I wath thaa’ah.. (aku berpesan agar kalian bertakwa kepada Allah dengan bersungguh-sungguh mentaatinya).
Pesan takwa adalah tema yang harus senantiasa dihidupkan dalam jiwa. Sebab tidak ada lain tugas kita di dunia ini kecuali hanya menataati Allah swt. Mengapa?
(1) Sebab alam semesta yang kita tempati adalah milikNya. Maka dialah yang paling berhak diikuti aturanNya. Dan untuk itu Dia telah mengutus nabi-nabi supaya manusia tahu bagaimana cara menjalankan kewajiban kepadaNya. Jadi tidak ada alasan untuk menghidari ajaranNya.
(2) Bahwa manusia tidak Allah bekali pengetahuan kecuali sedikit. Dalam urusan dunia Allah bekalkan akal dengannya manusia bisa mengembangkan pengetahuannya. Tetapi untuk urusan kahirat akal harus tunduk kepada wahyu. Dan memang akal tidak diberi kemapuan untuk mengarang-ngarang sendiri dalam masalah cara beribadah kepada Allah. Karenanya ia harus ikut apa kata Allah dan rasulNya.
(3) Bahwa kita semua sangat tergangtung kepada nikmat-nikmatNya. Tidak ada yang kita miliki kecuali dari Allah swt. Maka alasan apa lagi untuk tidak ikut Allah. Fabiayyi aalaai rabbikuma tukadzdzibaan.
(4) Bahwa kita semua adalah milik Allah. Karenanya kita pasti kelak akan kembali lagi kepadaNya. Dan kita pasti akan dimintai pertanggungjawab atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita. Bukan hanya nikmat harta dan fasilitas kebutuhan sehari-hari. Tetapi juga nikmat anggota tubuh seperti mata, tangan dan lain sebagainya.
Allah berfirman:
”Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka. Kemudian Sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.”
Dalam surah Yasin 65 Allah berfirman:
”Pada hari Ini kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” 




Sumber:
Hari/Tanggal               : Jum’at/ 11 September 2015
Nama Masjid              : Miftahul Huda
Alamat Masjid            : Jalan Dewi Sri Dusun1 desa Untoro Lampung Tengah
Nama Khotib              : Bapak Ismail

Istighfar Solusi Bangsa





Kebiasaan beristighfar merefleksikan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya dan pengakuan akan KeMaha Pengampunan Allah swt. Istighfar juga merupakan cermin dari sebuah akidah yang mantap akan kesediaan Allah membuka pintu ampunannya sepanjang siang dan malam. Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya Allah senantiasa membuka TanganNya di siang hari untuk memberi ampunan kepada hambaNya yang melakukan dosa di malam hari, begitu pula Allah senatiasa membuka TanganNya di malam hari untuk memberi ampunan bagi hambaNya yang melakukan dosa di siang hari”.
Perintah beristighfar di dalam Al-Qur’an juga selalu beriringan dengan perintah bertaubat,” Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya”.
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsir Al-Munir mengemukakan rahasia penggabungan perintah beristighfar dan bertaubat pada kebanyakan ayat-ayat Al-Qur’an bahwa tidak ada jalan untuk meraih ampunan Allah melainkan dengan menunjukkan prilaku dan sikap “taubat” yang diimplementasikan dengan penyesalan akan kesalahan masa lalu, melepas ikatan-ikatan (jaringan) kemaksiatan dalam segala bentuk dan sarananya serta tekad yang tulus dan jujur untuk tidak mengulangi kembali perbuatan-perbuatan dosa di masa yang akan datang. Dalam kaitan ini, taubat merupakan penyempurna dari istighfar seseorang agar diterima oleh Allah swt.
Secara aplikatif, kebiasaan beristighfar sudah dicontohkan oleh Rasulullah r. Tercatat dalam sebuat riwayat Imam Muslim bahwa Rasulullah (memberi pelajaran kepada umatnya) senantiasa beristighfar setiap hari tidak kurang dari 70 kali. Bahkan di riwayat Imam Bukhari beliau beristighfar setiap hari lebih dari 100 kali (Bukhari Muslim).
Pelajaran yang diambil dari prilaku Rasulullah ini adalah bahwa beristighfar tidak harus menunggu setelah melakukan kesalahan, tetapi bagaimana hendaknya aktifitas istighfar ini senantiasa berlangsung menghiasi kehidupan sehari-hari kita tanpa terkecuali. Para malaikat yang jelas tidak pernah melanggar perintah Allah justru senantiasa beristighfar memohon ampunan untuk orang-orang yang beriman sebagai sebuah pelajaran yang berharga bagi setiap hamba Allah yang beriman.
Terdapat empat keutamaan dan nilai dari amaliah istighfar dalam kehidupan seorang muslim:
1. Istighfar merupakan cermin akan kesadaran diri orang-orang yang bertakwa.
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui“. (Ali Imran: 135)

 2. Istighfar merupakan sumber kekuatan umat dan energi bagi eksistensi sebuah bangsa.
Bangsa ‘Aad, kaum nabi Hud misalnya, yang dikenal dengan kekuatan mereka yang luar biasa, masih diperintahkan oleh nabi mereka agar senantiasa beristighfar untuk menambah kekuatan mereka.
“Dan (dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (Hud: 52).
Bahkan Rasulullah dalam salah satu haditsnya menegaskan bahwa eksistensi sebuah umat ditentukan di antaranya dengan kesadaran mereka untuk selalu beristighfar, sehingga bukan merupakan aib dan tidak merugi orang-orang yang bersalah lantas ia menyadari kesalahannya dengan beristighfar, memohon ampunan kepada Allah.
3. Istighfar dapat menolak bencana dan menjadi salah satu sarana turunnya keberkahan dan rahmat Allah

“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun” menukil riwayat dari Imam Tirmidzi bahwa Rasulullah r bersabda, “Allah telah menurunkan kepadaku dua pengaman atau penyelamat bagi umat dari azab dan bencana, yaitu keberadaanku dan istighfar. Maka ketika aku telah tiada, masih tersisa satu pengaman hingga hari kiamat, yaitu istighfar”. Bahkan Ibnu Abbas menuturkan bahwa ungkapan istighfar meskipun keluar dari pelaku maksiat dapat mencegah dari beberapa kejahatan dan bahaya.”(Al-Anfal:33).

4. Istighfar akan memudahkan urusan seseorang, memudahkan jalan mencari rizki dan memelihara seseorang.

“Barangsiapa yang mampu melazimkan istighfar, maka Allah akan menganugerahkan kebahagiaan dari setiap duka dan kesedihan yang menimpanya, memberi jalan keluar dari setiap kesempitan dan memberi rizki dengan cara yang tidak disangka-sangka”. (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah).




Sumber:

Hari/Tanggal               : Jum’at/ 4 September 2015
Nama  Masjid             : Miftahul Huda
Alamat Masjid            : Jalan Dewi Sri Dusun1 desa Untoro Lampung Tengah
Nama Khotib              : Bapak Ponijo